Sabtu, 18 Juni 2016

Kendala Ekspor LCL

Siapa sih yang tidak senang mendapat order ekspor ke luar negri meskipun dalam skala LCL (Less than Container Load)?

Tapi jangan buru-buru senang dulu karena banyak permasalahan yang harus dipecahkan.  Berikut permasalahan umum yang sering dihadapi dalam ekspor skala LCL:

1. ketahanan produk
Bila kita mendapat order ekspor ke luar negri dengan skala LCL, perhitungkan dengan cermat ketahanan produk tersebut dalam jangka waktu berapa lama.  Misalnya komoditas buah-buahan, sayuran, ikan dan daging tidak akan bertahan lama tanpa pengemasan tertentu dan pemakaian kontainer berpendingin.  Berbeda dengan komoditas lain yang bisa bertahan lama dan tidak memerlukan perlakuan khusus.  Karena ekspornya skala LCL tentu produk kita akan bercampur dengan produk lain dalam satu kontainer.  Jangan sampai produk yang kita ekspor berubah kualitasnya karena terkontaminasi produk lain dalam kontainer tersebut.  Oleh karenanya pengemasan produk sangat penting demi menjaga kualitas produk sekaligus reputasi perusahaan.

2. jadwal pengiriman
Pastikan jadwal pengiriman sesuai kesepakatan dengan buyer, apakah lewat jalur udara atau lewat jalur laut, kapan kiriman harus sampai, dll.  Untuk ekspor skala LCL, tentu akan menunggu kontainer muat penuh (FCL) sebelum diberangkatkan ke negara tujuan ekspor jika pengirimannya lewat jalur laut.   
Oleh karenanya sebelum mempersiapkan produk tersebut, sebaiknya hubungi pihak forwarding.  Tanyakan apakah ada kuota LCL baik lewat jalur udara maupun jalur laut ke negara tujuan ekspor tersebut.  Jika tidak ada kuota LCL atau pengirimannya masih dalam jangka waktu yang terlalu lama di luar waktu kesepakatan dengan buyer, ada baiknya pertimbangkan untuk membatalkan ekspor demi reputasi perusahaan kita.  Perlu diketahui, tidak semua pelabuhan peti kemas di Indonesia melayani rute pengapalan ke negara tujuan ekspor tertentu.

3. ongkos pengiriman
Berat dan volume produk ekspor mempengaruhi rate pengiriman khususnya ekspor skala LCL.  Forwarding akan menggunakan rate yang lebih menguntungkan buat mereka, misalnya jika berat total komoditas tersebut ringan/sedikit sementara volumenya besar, maka forwarding akan menggunakan rate berdasarkan volume.  Sebaliknya jika berat total komoditas tersebut besar/berat sedangkan volumenya kecil, maka forwarding akan menggunakan rate berdasarkan berat.

contoh perhitungan :

rate berdasarkan berat : Rp 12.000,-/kg
rate berdasarkan volume : Rp 1.500.000/m3

misal berat suatu komoditas 100kg volume 1m3,

berdasarkan berat : 100kg x Rp 12.000,-/kg = Rp 1.200.000,-
berdasarkan volume : 1m3 x Rp 1.500.000/m3 = Rp 1.500.000,-

maka forwarding akan menggunakan rate berdasarkan volume yang ratenya lebih menguntungkan buat mereka.

Disinilah kita harus mahir dalam bernegosiasi dengan forwarding mengenai ongkos pengiriman karena berkaitan dalam penentuan harga barang baik term FOB, CNF atau CIF.

4. Jalur merah
Resiko pengiriman ekspor LCL adalah tertahan di pihak bea cukai.  Bila dalam satu kontainer ada satu atau beberapa komoditas yang masuk kategori jalur merah, maka kemungkinan produk kita dalam satu kontainer tersebut akan ikut tertahan dalam pemeriksaan sampai ada kepastian kontainer tersebut bisa diberangkatkan.